Kunci-Kunci Rezeki

KUNCI-KUNCI REZEKI Menurut Al Quran dan As-sunnah

Oleh :

 Syaikh DR. Fadhl Ilahi Zhahir


Hak Terjemahan Pada Yayasan Al-Sofwa

Dilarang Diperjualbelikan dan didistribusikan untuk tujuan komersil

 Disebarkan dalam bentuk Ebook di Maktabah Abu Salma al-Atsari

http ://dear.to/abusalma



MUKADIMAH

Sesungguhnya segala puji adalah milik Allah. Kita memuji, memohon pertolongan dan meminta keampunanNya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan dan keburukan amal perbuatan kita. Siapa yang ditunjuki Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada yang dapat menunjukinya. Aku bersaksi bahawa tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahawa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. semoga selawat, salam dan keberkatan dilimpahkan kepada beliau, keluarga, sahabat dan segenap orang yang mengikutinya. Amma ba'-du.

Di antara hal yang menyibukkan hati kebanyakan umat Islam adalah mencari rezeki. Dan menurut pengamatan, sejumlah umat Islam memandang bahawa berpegang dengan Islam akan mengurangi rezeki mereka. Tidak hanya terhad itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan lagi bahawa adasejumlah orang yang masih mahu menjaga sebahagian kewajipan  syariat Islam tetapi mereka mengira bahawa jika ingin mendapatkan kemudahan dibidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya menutup mata dari sebahagian hukum-hukum Islam, terutama yang berkenaan dengan halal dan haram.

Mereka itu lupa atau pura-pura lupa bahawa Sang Khaliq tidaklah mensyariatkan agamaNya hanya sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam perkara-perkara akhirat dan kebahagiaan mereka di sana saja. Tetapi Allah mensyariatkan agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam urusan kehidupan dan kebahagiaan mereka di dunia.  Bahkan do'a yang sering dipanjatkan Nabi kita , kekasih Tuhan Semesta Alam, yang dijadikanNya sebagai teladan bagi umat manusia adalah:

"Wahai Tuhan kami, kurniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari seksa api Neraka."

Allah dan RasulNya yang mulia tidak meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan, berada dalam keraguan dalam usahanya mencari penghidupan. Tetapi sebaliknya, sebab-sebab rezeki itu telah diatur dan dijelaskan. Seandainya umat ini mahu memahaminya, menyadarinya, berpegang teguh dengannya serta menggunakan sebab-sebab itu dengan baik, nescaya Allah Yang Maha Pemberi Rezeki dan memiliki kekuatan akan memudahkannya mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rezeki dari setiap arah, serta akan dibukakan untuknya keberkatan dari langit dan bumi.

Didorong oleh keinginan untuk mengingatkan dan mengenalkan saudara-saudara sesama muslim tentang berbagai sebab di atas dan untuk meluruskan pemahaman mereka tentang hal ini serta untuk mengingatkan orang yang telah tersesat dari jalan yang lurus dalam berusaha mencari rezeki, maka saya bertekad dengan memohon taufik dari Allah untuk mengumpulkan sebahagian sebab-sebab untuk mendapat-kan rezeki tersebut dalam buku kecil ini.

Buku ini saya beri judul "Mafaatiihur Rizqi fi Dhau'il Kitab was Sunnah" (yang kami terjemahkan menjadi: "Kunci-kunci Rezeki Menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah").

 Hal-Hal Yang Saya Perhatikan Dalam Makalah Ini

Diantara hal-hal yang saya perhatikan dengan kurnia Allah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Rujukan utama dalam makalah ini adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah RasulNya yang mulia.

2. Saya menukil hadis-hadis dari maraji' (sumber) aslinya. Saya juga menyebutkan pandangan ulama tentang darjat hadis tersebut (shahih, hasan, dha'if, dan lain sebagai-nya, pen.), kecuali apa yang saya nukil dari shahhain (Al-Bukhari dan Muslim). Sebab segenap umat Islam telah sepakat untuk menerima (keshahihannya).

3. Ketika menggunakan dalil dari ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis, saya berusaha mengambil faedah (penjelasan) dari kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab syarah (keterangan) hadis-hadis.

4. Saya memaparkan tentang apa yang dimaksud dengan sebab-sebab yang disyariatkan dalam mencari rezeki dengan bantuan keterangan-keterangan setelah memohon pertolongan dari Allah dari ucapan-ucapan para ulama, untuk menghilangkan keragu-raguan di dalamnya.

5. Saya tidak bermaksud membicarakan manfaat-manfaat lain dari sebab-sebab yang Allah jadikan selain masalah rezeki. Kecuali disebutkan secara kebetulan. Mudah-mudahan Allah memudahkan saya untuk membicarakan hal-hal tersebut di masa yang akan datang.

6. Saya jelaskan beberapa kata asing yang ada di dalam hadis-hadis, untuk lebih menyempurnakan manfaat, Insya Allah.

7. Saya tuliskan beberapa maraji' (sumber) yang cukup untuk memudahkan siapa saja yang ingin kembali kepadanya.

8. Saya tidak bermaksud menyebutkan sebab-sebab rezeki seluruhnya. Tetapi yang saya bahas adalah apa yang dimudahkan oleh Allah padaku untuk mengumpulkannya.

 Daftar Isi

Bab Pertama : Istighfar dan Taubat
Bab Kedua : Takwa
Bab Ketiga : Tawakkal kepada Allah
Bab Keempat : Beribadah sepenuhnya kepada Allah
Bab Kelima : Melanjutkan Haji dengan Umrah
Bab Keenam : Silaturrahim
Bab Ketujuh : Infak di Jalan Allah
Bab Kedelapan : Berinfak kepada Penuntut Ilmu Syari' sepenuhnya
Bab Kesembilan : Berbuat baik kepada Orang-orang yang Lemah
Bab Kesepuluh : Hijrah di Jalan Allah
Penutup : Terdiri dari Kesimpulan Bahasan dan Pesan


Ucapan Terima Kasih dan Do'a

Inilah (karya sederhana itu), dan segala puji bagi Allah Yang Maha Esa, tempat bergantung, yang semoga memberi nikmat kepada hambaNya yang lemah ini berupa rahmat, ampunan dan kemuliaan untuk menyelesaikan pembahasan ini. Kami ucapkan terima kasih sekali gus panjatan do'a kepada saudaraku Dr. Sayid Muhammad Sadati Asy-Syinqithi. Saya banyak mengambilmanfaat dari beliau dalam penulisan makalah ini. Ucapan terima kasih serta penghargaan juga kami sampaikan kepada para pengurus Maktab Ta'awuni lid Dakwah wal Irsyad (Pejabat Urusan Kerjasama Dakwah dan Penyuluhan) Divisi Orang-orang Asing di Bathha', Riyadh yang berada di bawah Koordinasi Departemen Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah, dan Penyuluhan Kerajaan Saudi Arabia.  Di mana, sebelumnya makalah ini berasal dari dua kali materi ceramah yang saya sampaikan di pejabat tersebut.

Do'a saya juga untuk putra saya tersayang Hammad Ilahi serta anak-anak saya yang lain. Mereka secara bersama-sama saya memeriksa naskah yang telah disetting dari buku ini. Mudah-mudahan Allah melimpahkan balasan kepada semuanya dengan sebaik-baik balasan di dunia mahupun di akhirat.

Saya memohon kepada Allah yang memiliki keagungan dan kemuliaan, semoga Ia menjadikan pekerjaanku ini benar-benar ikhlas karena mencari ridhaNya. Serta menjadikannya sebagai simpanan saya dan simpanan kedua orang tua saya pada hari yang tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih. Sebagaimana saya juga memohon kepada Rabb Yang Maha Hidup lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, semoga Ia memberi taufik kepada saya, juga kepada saudara-saudara, anak-anak, karib-kerabat saya serta segenap umat Islam untuk berpegang dan mengambil manfaat dari sebab-sebab rezeki yang disyariatkan. Semoga pula Ia memudahkan kebaikan bagi kita di dunia dan di akhirat.

Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.

Amin.

 Semoga sholawat, salam dan keberkatan dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad , kepada keluarga, sahabatdan segenap pengikutnya.

 Dr. Fadhl Ilahi



Bab Pertama :

 ISTIGHFAR DAN TAUBAT

Diantara sebab terpenting diturunkannya rezeki adalah istighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai bab ini kami bagi menjadi dua pembahasan:

a. Hakikat istighfar dan taubat.
b. Dalil syar'i bahawa istighfar dan taubat termasuk kunci rezeki.

 A. Hakikat Istighfar dan Taubat

Sebahagian besar orang menyangka bahawa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebahagian mereka mengucapkan,

"Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepadaNya"

Tetapi kalimat-kalimat di atas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.

Para ulama - semoga Allah memberi balasan yang sebaik-baiknya kepada mereka yang telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.

Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: "Dalam istilah syarak, taubat adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang mampu diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi bererti syarat taubatnya telah sempurna"

Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan:

"Para ulama berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga:

Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut.

Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya.

Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.

Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah. Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka syaratnya ada empat iaitu ketiga-tiga syarat di atas dan keempat, hendaknya membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf."

Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah:

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun." (Nuh: 10).

Tidaklah bererti bahawa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.

 B. Dalil Syar'i Bahawa Istighfar dan Taubat Termasuk Kunci Rezeki

Beberapa nash (teks) Al-Qur'an dan Al-Hadis menunjukkan bahawa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rezeki dengan kurnia Allah . Di bawah ini beberapa nash dimaksud:

1. Apa yang disebutkan Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya :

"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu', sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai'." (Nuh: 10-12).

 Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut dengan istighfar.

Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan firmanNya:

"Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun."

Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas radhiallaahu anhu berkata  "adalah (hujan) yang turun dengan deras”.
Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan ayat:Atha' berkata: "Nescaya Allah akanmembanyakkan harta dan anak-anak kalian".
Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun.
Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai. Imam Al-Qurthubi berkata:

"Dalam ayat ini, juga disebutkan dalam (surat Hud) adalah dalil yang menunjukkan bahawa istighfar merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya rezeki dan hujan."

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata: "Makna-nya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa mentaatiNya nescaya Ia akan membanyakkan rezeki kalian dan menurunkan air hujan serta keberkatan dari langit, mengeluarkan untuk kalian dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian, membanyakkan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu(untuk kalian)."

Demikianlah, dan Amirul mukminin Umar bin Khaththab juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah.

Muthrif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi: "Bahawasanya Umar keluar untuk memohon hujan bersama orang ba-nyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar Anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya hujan dengan majadih langit yang dengannya diharapkan bakal turun air hujan. Lalu beliau membaca ayat:

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat." (Nuh: 10-11).

Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya keturunan dan kekeringan kebun-kebun.

Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahawasanya ia berkata: "Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Yang lain lagi berkata kepadanya, "Do'akanlah (aku) kepada Allah, agar ia memberiku anak!" Maka beliau mengatakan kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!" Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, "Beristighfarlah kepada Allah!"

Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan:

"Maka Ar-Rabi' bin Shabih berkata kepadanya, 'Banyak orang yang mengadukan bermacam-macam (perkara) dan anda memerintahkan mereka semua untuk beristighfar. Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, 'Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh:

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (Nuh: 10-12).

Allahu Akbar! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-hambaMu yang pandai beristighfar. Dan kurniakanlah kepada kami buahnya, di dunia mahupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurus MakhlukNya.

2. Ayat lain adalah firman Allah yang menceritakan tentang seruan Hud kepada kaumnya agar beristighfar.

"Dan (Hud berkata), 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, nescaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (Hud:52).

Al-Hafizh Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan: "Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barang siapa memiliki sifat seperti ini, nescaya Allah akan memudahkan rezekinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman:

"Nescaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atas-mu".

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rezeki-rezeki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. Amin, wahai Dzat Yang Memilikikeagungan dan kemuliaan.

3. Ayat yang lain adalah firman Allah:

"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), nescaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa seksa hari Kiamat." (Hud: 3).

Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang beristighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya:

"Nescaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu."  Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas adalah, "Ia akan menganugerahi rezeki dan kelapangan kepada kalian".

Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan:

"Inilah buah dari istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberi kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rezeki dan kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.

Dan janji Tuhan Yang Maha Mulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata: "Ayat yangmulia tersebut menunjukkan bahawa beristighfar dan bertaubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah menganugerahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentukan. Allah memberikan balasan (yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang ditetapkan".

4. Dalil lain bahawa beristighfar dan taubat adalah di antara kunci-kunci rezeki hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda:

"Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), nescaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitan-nya kelapangan dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka".

Dalam hadis yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu, mengabarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya iaitu, bahawa Allah Yang Maha Memberi rezeki, yang Memiliki kekuatan akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.

Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rezeki hendaklah ia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memohonampun), baik dengan ucapan mahupun perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim waspada, sekali lagi hendaknya waspada, dari melakukan istighfar hanya terhad dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab itu adalah pekerjaan para pendusta.

Bab Kedua :

TAKWA

Termasuk sebab turunnya rezeki adalah. Saya akan membicarakan masalah ini dengan memohon taufik dari Allah dalam dua bahasan:

a. Makna takwa.

b. Dalil syar'i bahawa takwa termasuk kunci rezeki.

 Penjelasan:
A. MAKNA TAKWA

Para ulama telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan takwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani mendefinisikan: "Takwa iaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, menjadi sempurna dengan meninggalkan sebahagian yang dihalalkan".

Sedangkan Imam An-Nawawi mendefinisikan takwa dengan "Mentaati perintah dan laranganNya." Maksudnya, menjaga diri dari kemurkaan dan azab Allah . Hal itu sebagaimana didefinisikan oleh Imam Al-Jurjani "Takwa iaitu menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan seksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya."

Karena itu, siapa yang tidak menjaga dirinya, dari perbuatan dosa, bererti dia bukanlah orang bertakwa. Maka orang yang melihat dengan kedua matanya apa yang diharamkan Allah, atau mendengarkan dengan kedua telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil dengan kedua tangannya apa yang tidak diredai Allah, atau berjalan ke tempat yang dikutuk Allah, bererti tidak menjaga dirinya dari dosa.

Jadi, orang yang membangkang perintah Allah serta melakukan apa yang dilarangNya, dia bukanlah termasuk orang-orang yang bertakwa.

Orang yang menceburkan diri ke dalam maksiat sehingga ia pantas mendapat murka dan seksa dari Allah, maka ia telah mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yang bertakwa.

 B. DALIL SYAR'I BAHAWA TAKWA TERMASUK KUNCI REZEKI

Beberapa nash yang menunjukkan bahawa takwa termasuk di antara sebab rezeki, Di antaranya:

1. Firman Allah:

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah nescaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-3).

Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahawa orang yang merealisasikan takwa akan dibalas Allah dengan dua hal:

Pertama, "Allah akan mengadakan jalan keluar baginya." Ertinya, Allah akan menyelamatkannya sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu dari setiap kesusahan dunia mahupun akhirat.

Kedua, "Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka." Ertinya, Allah akan memberi-nya rezeki yang tak pernah ia harapkan dan angankan.

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan:

"Maknanya, barangsiapa yang bertakwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkanNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, nescaya Allah akan memberinya jalan keluar serta rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya,"

Alangkah agung dan besar buah takwa itu! Abdullah bin Mas'ud berkata: "Sesungguhnya ayat terbesar dalam hal pemberian janji jalan keluar adalah:

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, nescaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya".


2. Ayat lainnya adalah firman Allah:

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkat dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami seksa mereka di-sebabkan perbuatan mereka sendiri". (Al -A'raf: 96).

Dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan, seandai-nya penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal, yakni iman dan takwa, nescaya Allah akan melapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka dan memudahkan mereka mendapatkannyadari segala arah.

Menafsirkan firman Allah:

"Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai berkat dari langit dan bumi, Abdullah bin Abbas mengatakan: "Nescaya Kami lapangkan kebaikan (kekayaan)untuk mereka dan Kami mudahkan bagi merekauntuk mendapatkan dari segala arah."


Janji Allah yang terdapat dalam ayat yang mulia tersebut terhadap orang-orang beriman dan bertakwa mengandung beberapa hal, di antaranya:

a. Janji Allah untuk membuka (keberkatan) bagi mereka.

Imam Al-Baghawi berkata, Ia bererti mengerjakan sesuatu secara terus menerus. Atau seperti kata Imam Al-Khazin, "Tetapnya suatu kebaikan Tuhan atas sesuatu."

Jadi, yang dapat disimpulkan dari makna kalimat " " adalah bahawa apa yang diberikan Allah disebabkan oleh keimanan dan ketakwaan mereka merupakan kebaikan yang terus menerus, tidak ada keburukan atau konsekuensi apa pun atas mereka sesudahnya.

Tentang hal ini, Sayid Muhammad Rasyid Ridha berkata: "Adapun orang-orang beriman maka apa yang dibukakan untuk mereka adalah berupa berkat dan kenikmatan. Dan untuk hal itu, mereka senantiasa bersyukur kepada Allah, ridha terhadapNya dan mengharapkan kurniaNya. Lalu mereka menggunakannya di jalan kebaikan, bukan jalan keburukan, untuk perbaikan bukan untuk merosak. Sehingga balasan bagi mereka dari Allah adalah ditambahnya berbagai kenikmatan di dunia dan pahala yang baik di akhirat."

Syaikh Ibnu Asyur mengungkapkan hal itu dengan ucapannya: adalah kebaikan yang murni yang tidak ada konsekuensinya di akhirat. Dan ini adalah sebaik-baik jenis nikmat."

b. Kata berkat disebutkan dalam bentuk jama' sebagaimana firman Allah:

"Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai berkat." Ayat ini, sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu Asyur untuk menunjukan banyaknya berkat sesuai dengan banyaknya sesuatu yang diberkati.

c. Allah berfirman:

"Berbagai keberkatan dari langit dan bumi". Menurut Imam Ar-Razi, maksudnya adalah keberkatan langit dengan turunnya hujan, keberkatan bumi dengan tumbuhnya berbagai tanaman dan buah-buahan, banyaknya haiwan ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan dan keselamatan. Hal ini karena langit adalah laksana ayah, dan bumi laksana Ibu. Dari keduanya diperoleh semua bentuk manfaat dan kebaikan berdasarkan penciptaan danpengurusan Allah ."

 3. Ayat lainnya adalah firman Allah:

"Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, nescaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka". (Al -Ma'idah: 66).

Allah mengabarkan tentang Ahli Kitab, 'Bahawa seandainya mereka mengamalkan apa yang ada di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an demikian seperti dikatakan oleh Abdullah bin Abbas dalam menafsirkan ayat tersebut, nescaya Allah memperbanyak rezeki yang diturunkan kepada mereka dari langit dan yang tumbuh untuk mereka dari bumi.

Syaikh Yahya bin Umar Al-Andalusi berkata: "Allah menghendaki  wallahu a'lam bahawa seandainya mereka mengamalkan apa yang diturunkan di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an, nescaya mereka memakan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Maknanya –wallahu'alam–, nescaya mereka diberi kelapangan dan kesempurnaan nikmat dunia,"

Dalam menafsirkan ayat ini, Imam Al-Qurthubi mengatakan, "Dan sejenis dengan ayat ini adalah firman Allah:

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq:2-3).

"Dan bahawasanya jika mereka tetap berjalan di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang ba-nyak)." (Al-Jin:16).

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai keberkatan dari langit dan bumi." (Al -A'raf: 96).

Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat di atas, Allah menjadikan ketakwaan di antara sebab-sebab rezeki dan menjanjikan untuk menambahnya bagi orang yang bersyukur.

Allah berfirman: "Jika kalian bersyukur, nescaya Aku tambahkan nikmat-Ku atasmu." (Ibrahim: 7).

Karena itu, setiap orang yang menginginkan keluasan rezeki dan kemakmuran hidup, hendaknya ia menjaga dirinya dari segala dosa. Hendaknya ia menta'ati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya. Juga hendaknya ia menjaga diri dari yang menyebabkan berhak mendapat seksa, seperti melakukan kemungkaran atau meninggalkan kebaikan.


 Bab Ketiga :

BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH

Termasuk di antara sebab diturunkannya rezeki adalah bertawakkal kepada Allah dan Yang kepadaNya tempat bergantung. Insya Allah kita akan membicarakan hal ini melalui tiga hal:

a.       Yang dimaksud bertawakkal kepada Allah.

b.       Dalil syar'i bahawa bertawakkal kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci rezeki.

c.       Apakah tawakkal itu bererti meninggalkan usaha?

 Keterangan:
A. Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah

Para ulama –semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik balasan– telah menjelaskan makna tawakkal. Di antaranya adalah Imam Al-Ghazali, beliau berkata: "Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang ditawakkali) semata."

Al-Allamah Al-Manawi berkata: "Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di tawakkali."

Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qori berkata: "Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahawa tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahawa setiap yang ada, baik makhluk mahupun rezeki, pemberian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada), semua-nya itu adalah dari Allah."

 B. Dalil syar'i Bahawa Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci Rezeki

Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Muba-rak, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qhudha'i dan Al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahawa Rasulullah bersabda:

"Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, nescaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang petang hari dalam keadaan kenyang."

Dalam hadis yang mulia ini, Rasulullah yang berbicara dengan wahyu menjelaskan, orang yang bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, nescaya dia akan diberi rezeki oleh Allah sebagaimana burung-burung diberiNya rezeki. Betapa tidak demikian, karena dia telah bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup, Yang tidak pernah mati. Karena itu, barangsiapa bertawakkal kepada-Nya, nescaya Allah akan mencukupinya. Allah berfirman:

"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, nescaya Allahakan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 3).

Menafsirkan ayat tersebut, Ar-Rabi' bin Khutsaim mengatakan: "(Mencukupkan) diri setiap yang membuat sempit manusia".

C. Apakah Tawakkal itu Bererti Meninggalkan Usaha?

Sebahagian orang mukmin ada yang berkata: "Jika orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rezeki, maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan bermalasan-malasan, lalu rezeki kita datang dari langit?"

Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkan tentang hakikat tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakkal dan diberi rezeki itu dengan burung yang pergi di pagi hari dan pulang pada petang hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran apa pun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakkal kepada Allah Yang Maha Esa dan Yang kepadanya tempat bergantung. Dan sungguh para ulama –semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan– telah memperingatkan masalah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata: " Dalam hadis tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha, sebaliknya justeru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rezeki. Jadi maksud hadis tersebut, bahawa seandainya mereka bertawakkal kepada Allah dalam kepergian, kedatangan dan usaha mereka, dan mereka mengetahui kebaikan (rezeki) itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut."

Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau masjid seraya berkata, 'Aku tidak mahu bekerja sedikit pun, sampai rezekiku datang sendiri'. Maka beliau berkata, Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah menjadikan rezekiku melalui panahku."

Dan beliau bersabda: "Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, nescaya Allah memberimu rezeki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang petang hari dalam keadaan kenyang."

Dalam hadis tersebut dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang petang hari dalam rangka mencari rezeki. Selanjutnya Imam Ahmad berkata: "Para Sahabat berdagang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita".

Syaikh Abu Hamid berkata: "Barangkali ada yang mengira bahawa makna tawakkal adalah , meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang dilemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat memotong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum syariat. Sedangkan syariat memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin sesuatu darjat ketinggian dalam agama dapat diperoleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula?

Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita katakan, "Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu tampak dalam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya".

Imam Abul Qosim Al-Qusyairi berkata: "Ketahuilah sesungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan tawakkal yang ada di dalam hati setelah seorang hamba meyakini bahawa rezeki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena taqdirNya, dan jika terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dariNya."

Di antara yang menunjukkan bahawa tawakkal kepada Allah tidaklah bererti meninggalkan usaha adalah apa diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya , ia berkata:

"Seseorang berkata kepada Nabi , Aku lepaskan unta-ku dan (lalu) aku bertawakkal?' Nabi bersabda: 'Ikatlah kemudianbertawakkallah'."

Dan dalam riwayat Al-Qudha'i disebutkan:

"Amr bin Umayah berkata: 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu akubertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta) mu lalu bertawakkallah'."

Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahawa tawakkal tidaklah bererti meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap muslim wajib berpayah-payah, bersungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan. Hanya saja ia tidak boleh menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahawa segala urusan adalah milik Allah, dan bahawa rezeki itu hanyalah dari Dia semata.

 Bab Keempat :

BERIBADAH KEPADA ALLAH SEPENUHNYA


Di antara kunci-kunci rezeki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya. Saya akan membahas masalah ini – dengan memohon pertolongan kepada Allah– dari dua hal:

A. Makna beribadah kepada Allah sepenuhnya.

B. Dalil syar'i bahawa beribadah kepada Allah sepenuhnya adalah di antara kunci-kunci rezeki.

 Penjelasan:
A  Makna Beribadah Kepada Allah Sepenuhnya.

Hendaknya seseorang tidak mengira bahawa yang dimaksud beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan usaha untuk mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid sepanjang siang dan malam. Tetapi yang dimaksud – wallahu a'lam– adalah hendaknya seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu' dan merendahkan diri di hadapan Allah Yang Maha Esa, menghadirkan (dalam hati) betapa besar keagungan Allah, benar-benar merasa bahawa ia sedang bermunajat kepada Allah Yang Maha Menguasai dan Maha Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis:

"Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kami melihatNya. Jika kamu tidak melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu."

Janganlah engkau termasuk orang-orang yang (ketika beribadah) jasad mereka berada di masjid, sedang hatinya berada di luar masjid.

Menjelaskan sabda Rasulullah :"Beribadahlah sepenuhnya kepadaKu". Al-Mulla Ali Al-Qari
berkata, "Maknanya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (berkonsentrasi) untuk beribadah kepada Tuhan-mu".


B. DALIL SYAR'I BAHAWA BERIBADAH KEPADA ALLAH SEPENUHNYA TERMASUK KUNCI REZEKI

Ada beberapa nash yang menunjukkan bahawa beribadah sepenuhnya kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci rezeki. Beberapa nash tesebut di antaranya adalah:

1. Hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abu Hurairah , dari Nabi beliau bersabda:

"Sesungguhnya Allah berfirman, 'wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, nescaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi keperluanmu. Jika tidak kalian lakukan, nescaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi keperluanmu (kepada manusia)'."

Nabi dalam hadis tersebut menjelaskan, bahawasanya Allah menjanjikan kepada orang yang beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan dua hadiah, sebaliknya mengancam bagi yang tidak beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan dua seksa. Adapun dua hadiah itu adalah Allah mengisi hati orang yang beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan kekayaan serta memenuhi keperluannya. Sedangkan dua seksa itu adalah Allah memenuhi kedua tangan orang yang tidak beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan berbagai kesibukan, dan ia tidak mampu memenuhi keperluannya, sehingga ia tetap memperlukan kepada manusia.

 2. Hadis riwayat Imam Al-Hakim dari Ma'qal bin Yasar ia berkata, Rasulullah bersabda:

"Tuhan kalian berkata, 'Wahai anak Adam, beribadahlah kepadaKu sepenuhnya, nescaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rezeki. Wahai anak Adam, jangan jauhi Aku sehingga Aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tangamu dengan kesibukan."

Dalam hadis yang mulia ini, Nabi yang mulia, yang berbicara berdasarkan wahyu mengabarkan tentang janji Allah, yang tak satu pun lebih memenuhi janji daripadaNya, berupa dua jenis pahala bagi orang yang benar-benar beribadah kepada Allah sepenuhnya. Iaitu, Allah pasti memenuhi hatinya dengan kekayaan dan kedua tangannya dengan rezeki. Sebagaimana Nabi juga memperingatkan akan ancam-an Allah kepada orang yang menjauhiNya dengan dua jenis seksa. Iaitu Allah pasti memenuhi hatinya dengan kefakiran dan kedua tangannya dengan kesibukan.

Dan semua mengetahui, siapa yang hatinya dikayakan oleh Yang Maha Memberi kekayaan, nescaya tidak akan didekati oleh kemiskinan selama-lamanya. Dan siapa yang kedua tangannya dipenuhi rezeki oleh Yang Maha Memberi rezeki dan Maha Perkasa, nescaya ia tidak akan pernah pailit selama-lamanya. Sebaliknya, siapa yang hatinya dipenuhi dengan kefakiran oleh Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan, nescaya tak seorang pun mampu membuatnya kaya. Dan siapa yang disibukkan oleh Yang Maha Perkasa dan Maha Memaksa, nescaya tak seorang pun yang mampu
memberinya waktu luang.

Bab Kelima :

MELANJUTKAN HAJI DENGAN UMRAH ATAU SEBALIKNYA

Di antara perbuatan yang dijadikan Allah termasuk kunci-kunci rezeki iaitu melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya. Pembicaraan masalah ini – dengan memohon pertolongan Allah – akan saya lakukan melalui dua fakta bahasan:

A. Yang dimaksud melanjutkan haji dengan umrah atausebaliknya.

B. Dalil syar'i bahawa melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk pintu-pintu rezeki.


Keterangan:
A. Yang Dimaksud Melanjutkan Haji Dengan Umrah Atau Sebaliknya

Syaikh Abul Hasan As-Sindi menjelaskan tentang maksud melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya berkata:

"Jadikanlah salah satunya mengikuti yang lain, di mana ia dilakukan sesudahnya. Ertinya, jika kalian menunaikan haji maka tunaikanlah umrah. Dan jika kalian menunaikan umrah maka tunaikanlah haji, sebab keduanya saling mengikuti.


B. Dalil Syar'i Bahawa Melanjutkan Haji Dengan Umrah Atau Sebaliknya Termasuk Kunci Rezeki

Di antara hadis-hadis yang menunjukkan bahawa melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk kunci-kunci rezeki adalah :

1. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Hibban meriwayatkah dari Abdullah bin Mas'ud berkata,

Rasulullah bersabda:

"Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana api dapat menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala haji yang mabrur itu melainkan Surga".

Dalam hadis yang mulia tersebut Nabi yang terpercaya, yakni berbicara dengan wahyu menjelaskan bahawa buah melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya adalah hilangnya kemiskinan dan dosa. Imam Ibnu Hibban memberi judul hadis ini dalam kitab shahihnya dengan: "Keterangan Bahawa Haji dan Umrah Menghilangkan Dosa-dosa dan Kemiskinan dari Setiap Muslim dengan Sebab Keduanya."

Sedangkan Imam Ath-Thayyibi dalam menjelaskan sabda Nabi :

"Sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa", dia berkata, "Kemampuan keduanya untuk menghilangkan kemiskinan seperti kemampuan amalan bersedekah dalam menambah harta."


2. Hadis riwayat Imam An-Nasa'i dari Ibnu Abbas , ia berkata bahawa Rasulullah pernah bersabda:

"Lanjutkanlah haji dengan umrah atau sebaliknya. Karena sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana api dapat menghilangkan kotoran besi."

Maka orang-orang yang menginginkan untuk dihilangkan kemiskinan dan dosa-dosanya, hendaknya ia segera melanjutkan hajinya dengan umrah atau sebaliknya.

Bab Keenam :

SILATURRAHIM

Di antara pintu-pintu rezeki adalah silaturrahim. Pembicaraan masalah ini –dengan memohon
pertolongan Allah– akan saya bahas melalui empat fakta berikut:

A. Makna silaturrahim.

B. Dalil syar'i bahawa silaturrahim termasuk di antara pintu-pintu rezeki.

C. Apa saja sarana untuk silaturrahim?

D. Tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat.


Penjelasan:
A. Makna Silaturrahim

Makna "ar-rahim" adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Ar-rahim" secara umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antara mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak." Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja.

 Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian."

Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah (ungkapan/sindiran) tentang berbuat baik kepada para karib kerabat dekat – baik menurut garis keturunan mahupun perkawinan– berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka.

B. Dalil Syar'i Bahawa Silaturrahim Termasuk Kunci Rezeki

Beberapa hadis dan atsar menunjukkan bahawa Allah menjadikan silaturrahim termasuk di antara sebab kelapangan rezeki. Di antara hadis-hadis dan atsar-atsar itu adalah:

1. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah , ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah bersabda: "Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturrahim".

2. Dalil lain adalah hadis riwayat Imam Al-Bukhari dari Anas bin Malik bahawasanya Rasulullah bersabda: "Siapa yang suka untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim."

Dalam hadis yang mulia di atas, Nabi menjelaskan bahawa silaturrahim membuahkan dua hal, kelapangan rezeki dan bertambahnya usia. Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh makhluk Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad . Maka barangsiapa menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya, iaitu silaturrahim. Demikianlah, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadis itu dengan "BabOrang Yang Dilapangkan Rezekinya dengan Silaturrahim." Ertinya, dengan sebab silaturrahim.

Imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadis Anas bin Malik dalam kitab shahihnya dan beliau memberi judul dengan: "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Banyaknya berkat dalam Rezeki Bagi Orang Yang Menyambung Silaturrahim.

3. Dalil lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah , dari Nabi beliau bersabda: "Belajarlah tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian mampu menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya harta dan bertambahnya usia."

Dalam hadis yang mulia Ini Nabi menjelaskan bahawa silaturrahim ini membuahkan tiga hal, di antaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.

4. Dalil lain adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi , beliau bersabda: "Barangsiapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya serta dihindarkan dari kematian yang buruk maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim."

Dalam hadis yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, menjelaskan tiga manfaat yang terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat; bertakwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan rezeki.

5. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar ia berkata: "Barangsiapa bertakwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, nescaya dipanjangkan umurnya dan dibanyakkan rezekinya dan dicintai oleh keluarganya."

6. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam berkembangnya harta benda dan menjauhkan kemiskinan, sampai-sampai ahli maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim, harta mereka mampu berkembang, semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari kefakiran, karena kurnia Allah .

Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah dari Nabi bahawasanya beliau bersabda:

"Sesungguhnya keta'atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maskiat pun, harta mereka mampu berkembang dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka memperlukan (kekurangan)."

C. APA SAJA SARANA UNTUK SILATURRAHIM?

Sebahagian orang menyempitkan makna silaturrahim hanya dalam masalah harta. Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab yang dimaksud silaturrahim lebih luas dari itu. Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan kepada kerabat dekat serta (upaya) untuk menolak keburukan dari mereka, baik dengan harta atau dengan lainnya.

Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Silaturrahim itu mampu dengan harta, dengan memberikan keperluan mereka, dengan menolak keburukan dari mereka, dengan wajah yang berseri-seri serta dengan do'a."

Makna silaturrahim yang lengkap adalah memberikan apa saja yang mungkin diberikan dari segala bentuk kebaikan, serta menolak apa saja yang mungkin mampu ditolak dari keburukan sesuai dengan kemampuannya (kepada kerabat dekat).

D. Tata Cara Silaturrahim dengan Para Ahli Maksiat

Sebahagian orang salah dalam memahami tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat. Mereka mengira bahawa bersilaturrahim dengan mereka bererti juga mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu majelis dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta bersikap lembut dengan mereka. Ini adalah tidak benar.

Semua memaklumi bahawa Islam tidak melarang berbuat baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat, bahkan hingga kepada orang-orang kafir. Allah berfirman: "Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi-mu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah: 8).

Demikian pula sebagaimana disebutkan dalam hadis Asma' binti Abu Bakar  yang menanyakan Rasullah untuk bersilaturrahmi kepada ibunya yang musyrik. Dalam hadis ini diantaranya disebutkan:

"Aku bertanya, 'Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat berharap, apakah aku harus menyambung (silaturrahim) dengan ibuku?' Beliau menjawab, 'Ya, sambunglah (silaturrahim) dengan ibumu'."

Tetapi, itu bukan bererti harus saling mencintai dan menyayangi, duduk-duduk satu majelis dengan mereka. Bersama-sama makan dengan mereka serta bersikap lembut dengan orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut. Allah berfirman: "Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang ber-iman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka." (Al-Mujadilah:22).

Makna ayat yang mulia ini –sebagaimana disebutkan oleh Imam Ar-Razi– adalah bahawasanya tidak akan bertemu antara iman dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah. Karena jika seseorang mencintai orang lain maka tidak mungkin ia akan mencintai musuh orang tersebut. Dan berdasarkan ayat ini, Imam Malik menyatakan bolehnya memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak duduk satu majelis dengan mereka.

Imam Al-Qurthubi mengomentari dasar hukum Imam Malik: "Saya berkata, 'Termasuk dalam makna kelompok Qadariyah adalah semua orang yang zhalim dan yang suka memusuhi'."

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia tersebut berkata: "Ertinya, mereka tidak saling mencintai dengan orang yang suka menentang (Allah dan Rasul-Nya), bahkan meskipun mereka termasuk kerabat dekat." Sebaliknya, silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi mereka agar tidak mendekat kepada Neraka dan menjauhi dari Surga. Tetapi, bila kondisi mengisyaratkan bahawa untuk mencapai tujuan tersebut ada-lah dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan tersebut – dalam kondisi demikian– dapat dikategorikan sebagai silaturrahim.

Dalam hal ini, Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Jika mereka itu orang-orang kafir atau suka berbuat dosa maka memutuskan hubungan dengan mereka karena Allah adalah (bentuk) silaturrahim dengan mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan memberitahu mereka, dan mereka masih terus membangkang. Kemudian,hal itu (pemutusan silaturrahim) dilakukan karena mereka tidak mahu menerima kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih tetap berkewajipan mendo'akan mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus.

Bab Ketujuh :

BERINFAK DI JALAN ALLAH

Di antara kunci-kunci rezeki lain adalah berinfak dijalan Allah. Pembahasan masalah ini –dengan memohon taufik dari Allah– akan saya lakukan melalui dua hujah berikut:

A. Yang dimaksud berinfak.

B. Dalil syar'i bahawa berinfak di jalan Allah adalah termasuk kunci-kunci rezeki.

Keterangannya:

A. Yang Dimaksud Berinfak

Di tengah-tengah menafsirkan firman Allah: "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, nescaya Dia akan menggantinya". (Saba': 39).

Syaikh Ibnu Asyur berkata: "Yang dimaksud dengan infak di sini adalah infak yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak di jalan Allah untuk menolong agama."


B. Dalil Syar'i Bahawa Berinfak di Jalan Allah AdalahTermasuk Kunci Rezeki

Ada beberapa nash dalam Al-Qur'anul Karim dan Al-Hadis Asy-Syarif yang menunjukkan bahawa orang yang berinfak di jalan Allah akan diganti oleh Allah di dunia. Di samping, tentunya apa yang disediakan oleh Allah baginya dari pahala yang besar di akhirat. Di antara dalil-dalil itu adalah sebagai berikut:

1. Firman Allah:

"Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang se-baikbaiknya." (Saba': 39).

Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: "Betapapun sedikit apa yang kamu infakkan dari apa yang diperintahkan Allah kepadamu dan apa yang diperbolehkanNya, nescaya Dia akan menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala dan ganjaran, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis…"

Imam Ar-Razi berkata, "Firman Allah: 'Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya', adalah realisasi dari sabda Nabi : "Tidaklah para berada di pagi hari…. " (Al -Hadis).

Yang demikian itu karena Allah adalah Penguasa, Maha Tinggi dan Maha Kaya. Maka jika Dia berkata: "Nafkahkanlah dan Aku yang akan menggantinya,' maka itu sama dengan janji yang pasti ia tepati. Sebagaimana jika Dia berkata: "Lemparkanlah barangmu ke dalam laut dan Aku yang menjaminnya."

Maka, barangsiapa berinfak bererti dia telah memenuhi syarat untuk mendapatkan ganti. Sebaliknya, siapa yang tidak berinfak maka hartanya akan lenyap dan ia tidak berhak mendapatkan ganti. Hartanya akan hilang tanpa ganti, ertinya lenyap begitu saja. Yang menghairankan, jika seseorang pedagang mengetahui bahawa sebahagian dari hartanya akan binasa, ia akan menjualnya dengan cara nasi'ah (pembayaran di belakang), meskipun pembelinya termasuk orang miskin. Lalu ia berkata, hal itu lebih baik daripada pelan-pelan harta itu binasa. Jika ia tidak menjualnya sampai harta itu binasa maka ia akan disalahkan. Dan jika ada orang mampu yang menjamin orang miskin itu, tetapi ia tidak menjualnya (kepada orang tersebut) maka ia disebut orang gila. Dan sungguh, hampir setiap orang melakukan hal ini, tetapi masing-masing tidak menyadari bahawa hal itu mendekati gila. Sesungguhnya harta kita semuanya pasti akan binasa.

Dan menafkahkan kepada keluarga dan anak-anak adalah bererti memberi pinjaman. Semuanya itu berada dalam jaminan kuat, iaitu Allah Yang Maha Tinggi. Allah berfirman: "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia pasti manggantinya." Lalu Allah memberi pinjaman kepada setiap orang, ada yang berupa tanah, kebun, penggilingan, tempat pemandian untuk berobat atau manfaat tertentu. Sebab setiap orang tentu memiliki pekerjaan atau tempat yang daripadanya ia mendapatkan harta. Dan semua itu milik Allah. Di tangan manusia, harta itu adalah pinjaman. Jadi, seakan-akan barang-barang tersebut adalah jaminan yang diberikan Allah dari rezekiNya, agar orang tersebut percaya penuh kepadaNya bahawa bila dia berinfak, Allah pasti akan menggantinya.

Tetapi meskipun demikian, ternyata ia tidak mahu berinfak dan membiarkan hartanya lenyap begitu saja tanpa mendapat pahala dan disyukuri.

Selain itu, Allah menegaskan janjiNya dalam ayat ini kepada orang yang berinfak untuk menggantinya dengan rezeki (lain) melalui tiga penegasan. Dalam hal ini, Ibnu Asyur berkata:

"Allah menegaskan janji tersebut dengan kalimat bersyarat, dan dengan menjadikan jawaban dari kalimat bersyarat itu dalam bentuk jumlah ismiyah dan dengan mendahulukan musnad ilaiah (sandaran) terhadap khabar fi'ilnya. Dengan demikian, janji tersebut ditegaskan dengan tiga penegasan yang menunjukkan bahawa Allah benar-benar akan merealisasikan janji itu. Sekaligus menunjukkan bahawa berinfak adalah sesuatu yang dicintai Allah.

Dan sungguh janji Allah adalah sesuatu yang tegas, yakin, pasti dan tidak ada keraguan untuk diwujudkannya, walaupun tanpa adanya penegasan seperti di atas. Lalu, bagaimana halnya jika janji itu ditegaskan dengan tiga penegasan?


2. Dalil lain adalah firman Allah:

"Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan kurnia. Dan Allah Maha Luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui." (Al -Baqarah: 268).

Menafsirkan ayat mulia ini, Ibnu Abbas berkata: "Dua hal dari Allah, dan dua hal dari setan. "Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan." Setan itu berkata, 'Jangan kamu infakkan hartamu, peganglah untukmu sendiri karena kamu memperlukannya'. "Dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir)." (Dan dua hal dari Allah adalah), "Allah menjanjikan untukmu keampunan daripadaNya," yakni atas maksiat yang kamu kerjakan, "dan kurnia" berupa rezeki.

Al-Qadhi Ibnu Athiyah menafsirkan ayat ini berkata: "Maghfirah (ampunan Allah) adalah janji Allah bahawa Dia akan menutupi kesalahan segenap hambaNya di dunia dan di akhirat. Sedangkan al-fadhl (kurnia) adalah rezeki yang luas di dunia, serta pemberian nikmat di akhirat, dengan segala apa yang telah dijanjikan Allah.

Imam Ibnu Qayim Al-Jauziyah dalam menafsirkan ayat yang mulia ini berkata: "Demikianlah, peringatan setan bahawa orang yang menginfakkan hartanya, mampu mengalami kefakiran
bukanlah suatu bentuk kasih sayang setan kepadanya, juga bukan suatu bentuk nasihat baik untuknya.

Ada-pun Allah, maka Ia menjanjikan kepada hambaNya ampunan dosa-dosa daripadaNya, serta kurnia berupa penggantian yang lebih baik daripada yang ia infakkan, dan ia dilipatgandakanNya baik di dunia saja atau di dunia dan di akhirat."

3. Dalil lain adalah hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah , Nabi memberitahukan kepadanya:

"Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, 'Wahai anak Adam, berinfaklah, nescaya Aku berinfak (memberi rezeki) kepadaMu."

Allahu Akbar! Betapa besar jaminan orang yang berinfak dijalan Allah! Betapa mudah dan senang jalan mendapatkan rezeki! Seorang hamba berinfak di jalan Allah, lalu Dzat Yang di TanganNya kepemilikan segala sesuatu memberikan infak (rezeki) kepadanya. Jika seorang hamba berinfak sesuai dengan kemampuannya maka Dzat Yang memiliki perbendaharaan langit dan bumi serta kerajaan segala sesuatu akan memberi infak (rezeki) kepadanya sesuai dengan keagungan, kemuliaan dan kekuasaanNya.

Imam An-Nawawi berkata: "Firman Allah, 'Berinfaklah, nescaya Aku berinfak (memberi rezeki) kepadamu  adalah makna dari firman Allah dalam Al-Qur'an: "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia-lah yang akan menggantinya." (Saba': 39). Ayat ini mengandung anjuran untuk berinfak dalam berbagai bentuk kebaikan, serta berita gembira bahawa semua itu akan diganti atas kurnia Allah.

4. Dalil lain bahawa berinfak di jalan Allah adalah di antara kunci-kunci rezeki iaitu apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah bahawasanya Nabi bersabda:

"Tidaklah para hamba berada di pagi hari kecuali didalamnya terdapat dua malaikat yang turun. Salah satunya berdo'a, 'Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak ganti (dari apa yang ia infakkan)'. Sedang yang lain berkata, 'Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan (hartanya) kebinasaan (hartanya)'."

Dalam hadis yang mulia ini, Nabi yang mulia mengabarkan bahawa terdapat malaikat yang berdo'a setiap hari kepada orang yang berinfak agar diberikan ganti oleh Allah. Maksudnya –sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari– adalah ganti yang besar. Yakni ganti yang baik, atau ganti di dunia dan ganti di akhirat. Hal itu berdasarkan firman Allah: "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia-lah yang akan menggantinya. Dan Dialah sebaik-baik Pemberi rezeki." (Saba': 39).

Dan diketahui secara umum bahawa do'a malaikat adalah dikabulkan, sebab tidaklah mereka mendo'akan bagi seseorang melainkan dengan izinNya. Allah berfirman: "Dan mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diredai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepadaNya." (Al -Anbiya': 28).

5. Dalil lain adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dari Abu Hurairah bahawasanya Nabi bersabda: "Berinfaklah wahai Bilal! Jangan takut dipersedikit (hartamu) oleh Dzat Yang Memiliki Arsy."

Aduhai, alangkah kuat jaminan dan kurnia Allah bagi orang yang berinfak di jalanNya! Apakah Dzat Yang Memiliki Arsy akan menghinakan orang yang berinfak di jalan-Nya, sehingga ia mati karena miskin dan tak punya apa-apa? Demi Allah, tidak akan demikian!

Al-Mulla Ali-AlQari menjelaskan dalam hadis tersebut berkata, "Maksudnya, dijadikan miskin dan tidak punya apa-apa". Ertinya, "Apakah engkautakut akan disia-siakan oleh Dzat Yang Mengatur segala urusan dari langit ke bumi? " Dengan kata lain, "Apakah kamu takut untuk digagalkan cita-citamu dan disedikitkan rezekimu oleh Dzat Yang rahmatNya meliputi penduduk langit dan bumi, orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, burung-burung dan binatang melata?"

6. Berapa banyak bukti-bukti dalam kitab-kitab Sunnah (Hadis), Sirah (Perjalanan Hidup), Tarajum (Biografi), Tarikh (Sejarah), bahkan hingga dalam kenyataan-kenyataan yang kita alami saat ini yang menunjukkan bahawa Allah mengganti rezeki hambaNya yang berinfak di jalanNya.

Berikut ini kami ringkaskan satu bukti dalam masalah ini. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi beliau bersabda: "Ketika seorang laki-laki berada di suatu tanah lapang bumi ini, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, 'Siramilah kebun si fulan!' Maka awan itu berarak menjauh dan menuangkan airnya di kawasan tanah yang penuh dengan batu batu hitam. Di sana ada aliran air yang menampung air tersebut. Lalu orang itu mengikuti ke mana air itu mengalir.

Tiba-tiba ia (melihat) seorang laki-laki yang berdiri di kebunnya. Ia mendorong air tersebut dengan skopnya (ke dalam kebunnya). Kemudian ia bertanya, 'Wahai hamba Allah! Siapa namamu?' Ia menjawab, 'Fulan', yakni nama yang didengar di awan. Ia balik bertanya, "Wahai hamba Allah, kenapa engkau menanyakan namaku?' Ia menjawab, 'Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang menurunkan air ini. Suara itu berkata, 'Siramilah kebun si fulan! Dan itu adalah namamu. Apa sesungguhnya yang engkau lakukan?' Ia menjawab, "Jika itu yang engkau tanyakan, maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil yang didapati dari kebun ini, lalu aku bersedekah dengan sepertiganya, dan aku makan beserta keluargaku sepertiganya lagi, kemudian aku kembalikan (untuk menanam lagi) sepertiganya'." Dalam riwayat lain disebutkan: "Dan aku jadikan sepertiganya untuk orang-orang miskin dan peminta-minta serta ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan)."

Imam An-Nawawi berkata: "Hadis itu menjelaskan tentang keutamaan bersedekah dan berbuat baik kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Juga keutamaan seseorang yang makan dari hasil kerjanya sendiri, termasuk keutamaan memberi nafkah kepada keluarga."

Bab Kedelapan :

MEMBERI NAFKAH KEPADA ORANG YANG SEPENUHNYA MENUNTUT ILMU SYARIAT (AGAMA)

Termasuk kunci-kunci rezeki adalah memberi nafkah kepada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu syariat (agama). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis riwayat At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik bahawasanya ia berkata:

"Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah. Salah seorang daripadanya mendatangi Nabi dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu kepada Nabi maka beliau bersabda: Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia."

Dalam hadis yang mulia ini, Nabi yang mulia menjelaskan kepada orang yang mengadu kepadanya karena kesibukan saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja), bahawa ia tidak semestinya mengungkit-ungkit nafkahnya kepada saudaranya, dengan anggapan bahawa rezeki itu datang karena dia bekerja. Padahal ia tidak tahu bahawasanya Allah membukakan pintu rezeki untuknya karena sebab nafkah yang ia berikan kepada suadaranya yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.

Al-Mulla Ali Al-Qari menjelaskan sabda Nabi :

"Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia," yang menggunakan shighat majhul (ungkapan kata kerja pasif) itu berkata, 'Yakni, aku berharap atau aku takutkan bahawa engkau sebenarnya diberi rezeki karena berkat-nya. Dan bukan bererti di diberi rezeki karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaan-mu kepadanya."

Al-Alamah Ath-Thaibi berkata: "Makna mudah-mudahandalam sabda beliau  (mudah-mudahan

engkau), mampu kembali kepada Rasulullah, sehingga berfungsi untuk memberikan kepastian (bahawa dia mendapat-kan rezeki karena berkat saudaranya) dan menegur (bahawa dia mendapatkan rezeki bukan karena pekerjaannya). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis:

"Bukanlah kalian diberi rezeki karena sebab orang-orang lemah di antara kalian?" Tetapi mampu pula kembali kepada orang yang diajaknya bicara untuk mengajakanya berfikir dan merenungkan, sehingga ia menjadi sadar."

Demikianlah, dan sebahagian ulama telah menyebutkan bahawa orang-orang yang mempelajari ilmu agama secara sepenuhnya adalah termasuk kelompok orang yang disinggung dalam firman Allah:

"(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (Al -Baqarah: 273).

Imam Al-Ghazali berkata: "Ia harus mencari orang yang tepat untuk mendapatkan sedekahnya. Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu merupakan bantuan baginya untuk (mempelajari) ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah yang paling mulia, jika niatnya benar. Ibnu Al-Mubarak senantiasa mengkhususkan kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli ilmu. Ketika dikatakan kepada beliau, "Mengapa tidak engkau berikan pada orang secara umum?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya aku tidak mengetahui suatu kedudukan setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan para ulama. Jika hati para ulama itu sibuk mencari keperluan (hidupnya), nescaya ia tidak mampu memberi perhatian sepenuhnya kepada ilmu, serta tidak akan mampu belajar (dengan baik). Karena itu, membuat mereka mampu mempelajari ilmu secara sepenuhnya adalah lebih utama."

Bab Kesembilan :

BERBUAT BAIK KEPADA ORANG-ORANG LEMAH

Termasuk di antara kunci-kunci rezeki adalah berbuat baik kepada orang-orang miskin. Nabi menjelaskan bahawa para hamba itu ditolong dan diberi rezeki disebabkan oleh orang-orang yang lemah di antara mereka. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Mush'ab bin Sa-'dan ia berkata, 'Bahawasanya Sa'dan merasa dirinya memiliki kelebihan daripada orang lain. Maka Rasulullah bersabda: "Bukankah kalian ditolong dan diberi rezeki lantaran orang-orang lemah di antara kalian?"

Karena itu, siapa yang ingin ditolong Allah dan diberi rezeki olehNya maka hendaknya ia memuliakan orang-orang lemah dan berbuat baik kepada mereka."

Nabi yang mulia, juga menjelaskan bahawa keridhaan-nya dapat diperoleh dengan berbuat baik kepada orang-orang miskin. Imam Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Hibban dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Darda' bahawasanya ia berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda: "Carilah (keridhaan)ku melalui orang-orang lemah di antara kalian. Karena sesungguhnya kalian diberi rezeki dan ditolong dengan sebab orang-orang lemah di antara kalian."

Menjelaskan sabda Nabi di atas Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, "Carilah keridhaanku dengan berbuat baik kepada orang-orang miskin di antara kalian." Dan barang siapa berusaha mendapatkan keridhaan kekasih Yang Maha Memberi rezeki dan Maha Memiliki kekuatan dan keperkasaan, Muhammad dengan berbuat kepada orang-orang miskin, nescaya Tuhannya akan menolongnya dari para musuh serta akan memberinya rezeki.

Bab Kesepuluh :

HIJRAH DI JALAN ALLAH

Allah menjadikan hijrah di jalan Allah sebagai kunci di antara kunci-kunci rezeki. Saya akan
membicarakan masalah ini – dengan memohon taufik Allah – melalui dua hujah berikut ini:

a. Makna hijrah di jalan Allah .

b. Dalil syar'i bahawa hijrah di jalan Allah termasuk kunci rezeki.


A. MAKNA HIJRAH DI JALAN ALLAH

Hijrah sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman, sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah. Dan hijrah di jalan Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh Sayid Muhammad Rasyid Ridha harus dengan sebenar-benarnya.

Ertinya, maksud orang yang berhijrah dari negeri-nya itu adalah untuk mendapatkan ridha Allah dengan menegakkan agamaNya yang ia merupakan kewajipan baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Allah, juga untuk menolong saudara-saudaranya yang beriman dari permusuhan orang-orang kafir.

B. Dalil Syar'i Bahawa Hijrah di Jalan Allah Termasuk Kunci Rezeki

Di antara dalil yang menunjukkan bahawa berhijrah di jalan Allah termasuk kunci rezeki adalah firman Allah: Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, nescaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak." (An-Nisa': 100).

Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjanjikan bahawa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapati dua hal:

Pertama, ãõÑóÇÛóãðÇ ßóËöíúÑðÇ kedua, keluasan. Yang dimaksud ãõÑóÇÛóãðÇ sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Razi adalah, barangsiapa berhijrah di jalan Allah ke negeri lain, nescaya akan mendapati di negerinya yang baru itu kebaikan dan kenikmatan yang menjadi sebab kehinaan dan kekecewaan para musuhnya yang berada di negeri asal-nya. Sebab orang yang memisahkan diri dan pergi ke negeri asing, sehingga mendapatkan ketenteraman di sana, lalu berita itu sampai kepada negeri asalnya, nescaya penduduk asli negeri itu akan malu atas buruknya mua'amalah (perlakuan) yang mereka berikan, sehingga dengan demikian mereka merasa hina.'

Sedang yang dimaksud, keluasan, iaitu keluasan rezeki. Inilah yang dikatakan oleh Abdullah bin Abbas dalam menafsirkan ayat ini. Juga dikatakan oleh Ar-Rabi', Adh-Dhakkak, Atha' dan majoriti ulama.

Qatadah berkata: "Maknanya, keluasan dari kesesatan kepada petunjuk dan dari kemiskinan kepada banyaknya kekayaan." Imam Malik berkata: "Keluasan yang dimaksud adalah keluasan negeri."

Mengomentari ketiga pendapat di atas, Imam Al-Qurthubi mengatakan: "Pendapat Imam Malik lebih dekat pada kefasihan ungkapan bahasa Arab. Sebab keluasan negeri dan banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rezeki. Juga menunjukkan kelapangan dada yang siap menanggung kesedihan dan fikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan kemudahan."

Pendapat mana saja yang kita ambil dari ketiga pendapat di atas, yang jelas semuanya menunjukkan bahawa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapatkan janji dari Allah berupa keluasan rezeki, baik dengan ungkapan langsung mahupun secara tidak langsung.

Dan sungguh janji Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Menentukan adalah suatu janji yang haq serta tidak pernah luput. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah?

Sungguh dunia telah dan sampai sekarang masih menyaksikan kebenaran janji ini. Dan saya kira, orang yang mengetahui sedikit tentang sejarah Islam pun sudah tahu akan peristiwa hijrahnya para sahabat Rasulullah ke Madinah. Ketika para sahabat meninggalkan rumah-rumah, harta benda dan kekayaan mereka untuk hijrah di jalan Allah, Allah serta merta mengganti semuanya. Allah memberikankepada mereka kunci-kunci negeri Syam, Persia dan Yaman. Allah berikan kepada mereka kekuasaan atas istana-istana negeri Syam yang merah, juga istana Mada'in yang putih. Kepada mereka juga dibukakan pintu-pintu Shan'a, serta ditundukkan untuk mereka berbagai simpanan kekayaan Kaisar dan Kisra.

Imam Ar-Razi menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang mulia ini berkata: "Walhasil, seakan-akan dikatakan, 'Wahai manusia! Jika kamu membenci hijrah dari tanah airmu hanya karena takut mendapatkan kesusahan dan ujian dalam perjalananmu, maka sekali-kali jangan takut! Karena sesungguhnya Allah akan memberimu berbagai nikmat yang agung dan pahala yang besar dalam hijrahmu. Hal yang kemudian menyebabkan kehinaan musuh-musuhmu dan menjadi sebab bagi kelapangan hidupmu."


PENUTUP

Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahi hamba-Nya yang lemah ini sehingga mampu
menyelesaikan tulisannya. Dan sungguh kepadaNya senantiasa diminta ampunan, kemurahan dan ijabah (pengabulan).

Dari tulisan ini dapat dirumuskan beberapa poin berikut ini:

1. Allah Yang Maha Agung dan Maha Perkasa menjadikan beberapa sebab dan kunci untuk rezeki, di antaranya:

Istighfar (memohon ampun kepada Allah) dan taubat kepadaNya. Dan yang dimaksud adalah melakukan ke-duanya dengan perkataan dan perbuatan.
Takwa. Dan hakikatnya adalah menjaga diri dari yang menyebabkan dosa atau mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya atau menjaga diri dari sesuatu yang menyebabkan seksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya.
Tawakkal. Iaitu menampakkan kelemahan hamba serta bersandar sepenuhnya kepada Allah semata.
Beribadah sepenuhnya kepada Allah . Iaitu bersungguh-sungguh dalam mengkonsentrasikan hati ketika beribadah kepada Allah.
Mengikuti haji dengan umrah. Maksudnya, melakukan salah satunya lalu melanjutkannya dengan yang lain.
Silaturrahim. Iaitu berbuat baik kepada kerabat/keluarga dekat.
Berinfak di jalan Allah . Iaitu berinfak untuk sesuatu yang dicintai dan diredai Allah .
Memberi nafkah kepada orang yang sepenuhnya menuntut ilmu syar'i (agama).
Berbuat baik kepada orang-orang yang lemah.
Berhijrah di jalan Allah . Yakni keluar dari negeri kafir ke negeri iman untuk mencari keridhaan Allah sesuai dengan syar'iatNya.

2. Istighfar dan taubat itu wajib dengan perkataan dan perbuatan. Sebab beristighfar dan bertaubat dengan lisan saja tanpa perbuatan, maka itu adalah perilaku para pendusta. Sebagaimana takwa itu harus dengan menjaga diri dari berbuat maksiat kepada Allah, mentaati perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-laranganNya. Dan sungguh pengakuan semata, itu sama sekali tidak bermanfaat, baik di dunia mahupun di akhirat.

3. Bertawakkal dan beribadah sepenuhnya kepada Allah tidaklah bererti meninggalkan usaha untuk mencari penghidupan.

4. Silaturrahim itu tidak saja terbatas dalam hal harta tetapi menyambung (memberikan) apa yang mungkin diberikan dari kebaikan kepada keluarga dekat, serta menolak bahaya dari mereka sesuai dengan kemampuan. Dan silaturrahim dengan ahli maksiat tidaklah menuntut adanya kecintaan, kasih sayang dan berpura-pura dengan mereka. Tetapi sialturrahim dengan mereka adalah berusaha menghalangi mereka dari melakukan kemaksiatan.

Kemudian saya wasiatkan kepada suadara-saudaraku di segenap penjuru dunia untuk tetap berpegang teguh dengan sebab-sebab rezeki tersebut. Sebab kebaikan segala-galanya adalah dengan berpegang teguh terhadap apa yang disyari'atkan Sang Pencipta dan keburukkan segala-galanya adalah dengan berpaling daripadanya. Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahawa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNya-lah kamu akan dikumpulkan." (Al -Anfal : 24).


"Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, pada-hal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?' Allah berfirman, 'Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan." (Thaha: 124-126).

Semoga selawat, salam dan keberkatan dilimpahkan kepada Nabi kita, kepada segenap keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Kemudian akhir dari do'a kita adalah: "Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin". (segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam).
Salam Sukses by INDO REZEKI


MARAJI' ( SUMBER BACAAN ):
1. Al-Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Amir Ala'uddin Al- Farisi, Mu'assasah Ar-Risalah, Beirut, cet. I 1408H., tahqiq Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth.

2. Ahkamul Qur'an, Imam Abu Bakr Ibnul Arabi, Darul Ma'rifah Beirut, tanpa tahun, tahqiq Ustadz Ali Muhammad Al-Bajawi.

3.Ihya' Ulumid Din, Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Darul Ma'rifah Beirut, tahun 1403H

4. Al-Adabul Mufrad, Imam Muhammad bin Isma'il Al-Bukhari, Alamul Kutub Beirut, cet. II 1405H, tertib dan kata pengantar Ustdaz Kamal Yusuf Al-Khut.

5. Adhwa'ul Bayan fi Idhahil Qur'an bil Qur'an, Al-Allamah Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi, dicetak atas dana Pangeran Ahmad bin Abdil Aziz Ali Su'ud, tahun 1403H.

6. Aisarut Tafasir, Syaikh Abu Bakar Al-Jaza'iri, cet. 1407 H.

7. Tahriru Alfadhit Tanbih/Lughatul Fiqh, Imam Muhyid-din An-Nawawi, Darul Qalam Damaskus, cet. I 1408 H, tahqiq Ustadz Abdul Ghani Ad-Daqr.

8. Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami'it Tirmidzi, Syaikh Abdurrahman Al-Mubarak Furi, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.

9. Tafsirul Baghawi/Ma'alimut Tanzil, Imam Abu Muhammad Al-Baghawi, Darul Ma'rifah Beirut, cet. I 1406 H, i'dad dan tahqiq Ustadz Khalid Abdurrahman Al-Ik dan Marwan Siwar.

10. Tafsirut Tahrir wat Tanwir, Ustadz Muhammad Thahir Ibni Asyur, Ad-Darut Tunisiyah lin Nasyr Tunis,cet. 1984M.

11. Tafsirul Khazin/Lubabut Ta'wil fi Ma'anit Tanzil, Al- Allamah Ala'uddin Ali bin Muhammad yang terkenal dengan nama Al-Khazin, Darul Fikr Beirut, cet. 1399 H.

12. Tafsir Abis Su'ud/Irsyadul Aql As-Salim ila Mazayal Qur'anil Karim, Al-Qadhi Abis Su'ud, Daru Ihya'it Turats Al-Arabi, tanpa tahun cetakan.

13. Tafsir Ath-Thabari/Jami'ul Bayan min Ta'wili Ayil Qur'an, Imam Abu Ja'far Ath-Thabari, Darul Ma'arif Mesir, tanpa tahun cetakan, tahqiq Syaikh Mahmud Muhammad Syakir dan Ahmad Muhammad Syakir.

14. Tafsir Al-Qasimi/ Mahasinut Ta'wil, Al-Allamah Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi, Darul Fikr Beirut, cet.III 1398 H, tahqiq Syaikh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi.

15. Tafsir Al-Qurthubi/Al-Jami'li Ahkamil Qur'an, Imam Abu Abdillah Al-Qurthubi, Dar Ihya'it Turats Al-Arabi, tanpa tahun cetakan.

16. At-Tafsirul Qayyim, Imam Ibnul Qayyim, Darul Fikr Beirut, cet. 1408 H, dikumpulkan oleh Syaikh Muhammad Uwais An-Nadawi, tahqiq Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi.

17. At-Tafsirul Kabir/Mafatihul Ghaib, Imam Fakhruddin Ar-Razi, Darul Kutub Al-Ilmiah Teheran, cet. II, tanpa tahun cetakan.

18. Tafsir Ibni Katsir/Tafsirul Qur'anil Azhim, Al-Hafizh Ibnu Katsir, Darul Faiha' Damaskus dan Darussalam Riyadh, cet. I 1413 H, Pengantar Syaikh Abdul Qadir Al-Arna'uth.

19. Tafsir Ibni Mas'ud , i'dad Ustadz Muhammad Ah-mad Isawi, Mu'assasah Al-Malik Faishal Al-Khairiyah, cet. I 1405 H.

20. Tafsir Al-Manar, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Darul Ma'rifah Beirut, cet. II, tanpa tahun cetakan.

21. At-Talkhis (dicetak bersama Al-Mustadrak Alash Shahihain), Al-Hafizh Adz-Dzahabi, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, tanpa tahun cetakan.

22. Tanqihur Ruwat fi Takhriji Ahadisil Misykat, Syaikh Ahmad Hasan Ad-Dahlawi, Al-Majlisul Ilmi As-Salafi Lahore, tanpa tahun cetakan.

23. Jami'ut Tirmidzi (dicetak bersama Tuhfatul Ahwadzi), Imam Abu Isa Muhammad bin Isa, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.

24. Hasyiatul Imam As-Sindi Ala Sunanin Nasa'i, Syaikh Abul Hasan As-Sindi, Darul Fikr Beirut, cet. 1348 H.

25. Ruhul Ma'ani, Al-Allamah Mahmud Al-Alusi, Dar Ihya'it Turats Al-Arabi Beirut, cet. IV 1405 H.

26. Zadul Masir fi Ilmit Tafsir, Imam Ibnul Jauzi, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. I 1984 M.

27. Riyadhus Shalihin, Imam An-Nawawi, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut, cet. V 1405 H, tahqiq Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth.

28. Silsilatul Ahadis Ash-Shahihah, Syaikh Muhammad Nashruddin Al-Albani, Al-Maktabah Al-Islamiah Oman dan Ad-Darus Salafiah Kuwait, 1403 H.

29. Sunan Abu Daud (dicetak bersama Aunul Ma'bud), Imam Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.

30. Sunan Ibni Majah, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwaini Ibni Majah, Syirkah Ath-Thiba'ah Al-Arabiyah As-Su'udiyah, cet. II 1404 H, tahqiq Dr. Muhammad Musthafa Al-A'zhami.

31. Sunan An-Nasa'i (dicetak bersama Syarh As-Suyuthi wa Hasyiah As-Sindi), Imam Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu'aib An-Nasa'i, Darul Fikr Beirut, cet. I 1348 H.

32. Syarhus Sunnah, Imam Al-Baghawi, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. I 1390 H, tahqiq Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth dan Zuhair Asy-Syawish.

33. Syarh Nawawi ala Shahih Muslim, Imam An-Nawawi, Darul Fikr Beirut, 1401 H.

34. Shahihul Bukhari (dicetak bersama Fathul Bari), Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Ar-Ri'asah Al-Ammah lil Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiah wa Ifta' wad Dakwah wal Irsyad Riyadh, tanpa tahun cetakan.

35. Shahih Ibni Khuzaimah, Imam Abu Bakr Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, Al-Maktab Al-Islami Beirut, tanpa tahun cetakan, tahqiq Dr. Muhammad Musthafa Al-A'zhami.

36. Shahih Sunan At-Tirmidzi, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi lil Duwalil Khalij Riyadh, cet. I 1409 H.

37. Shahih Sunan Abu Daud, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi li Duwalil Khalij Riyadh, cet. I 1409 H.

38. Shahih Sunan Ibni Majah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi li Duwalil Khalij, cet. III 1408 H.

39. Shahih Sunan An-Nasa'i, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Maktab At-Tarbiyah Al-Arabi li Duwalil Khalij Riyadh, cet. I 1409 H.

40. Shahih Muslim, Imam Muslim bin Hajjaj Al-Qusyairi, Ar-Ri'asah Al-Ammah lil Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta' wad Dakwah wal Irsyad Riyadh, cet. 1400 H, tahqiq Syaikh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi.

41. Dha'ifu Sunan Abi Daud, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. I 1412 H.

42. Umdatul Qari' Syarh Shahihil Bukhari, Al-Allamah Badruddin Al-Aini, Darul Fikr Beirut, tanpa tahun cetakan.

43. Aunul Ma'bud Syarh Sunan Abu Daud, Al-Allamah Abu Ath-Thayyib Al-Azhim Abadi, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1410 H.

44. Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, Al-Hafizh ibnu Hajar, Ar-Ri'asah Al-Ammah lil Idarat Al-Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta' wad Dakwah wal Irsyad Riyadh, tanpa tahuncetakan.

45. Fathul Qadir, Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, Al-Maktabah At-Tijariah Makkah Al-Mukarramah, catatan kaki Ust. Sa'id Muhammad Al-Lahham, tanpa tahun cetakan.

46. Faidhul Qadir Syarh Al-Jami'ush Shaghir, Al-Allamah Muhammad yang dipanggil dengan Abdur Ra'uf Al-Manawi, Darul Ma'rifah Beirut, tanpa tahun cetakan.

47. Al-Qamusul Muhith, Al-Allamah Majduddin Al-Fairuz Abadi, Al-Mu'assasah Al-Arabiyah lith Thiba'ah wan Nasyr Beirut, tanpa tahun cetakan.

48. Kitabut Ta'rifat, Al-Allamah Al-Jurjani, Maktabah Lubnan Beirut, 1985 M.

49. Kitab Az-Zuhd, Imam Abdullah Ibnu Mubarak, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, tahqiq Syaikh Habibur Rahman Al-A'zhami, tanpa tahun cetakan.

50. Kitabus Sunan Al-Kubra, Imam Abu Abdurrahman Ahmad bin Syu'aib An-Nasa'i, Darul Kutub Al-Ilmiah Beirut, cet. I 1411 H, tahqiq Dr. Abdul Ghaffar Sulaiman Al-Bandari dan Sayid Karwi Hasan.

51. Kitabun Nazhar wal Ahkam fi Jami'i Ahwalis Suuq, Imam Yahya bin Umar Al-Andalusi, Asy-Syirkah At-Tunisiah lit Tauzi', cet. 1975 M.

52. Al-Kasysyaf 'an Haqa'iqit Tanzil wa 'Uyunil Aqawil fi Wujuhit Ta'wil, Al-Allamah Abul Qasim Az-Zamahsyari, Darul Ma'rifah Beirut, tanpa tahun cetakan.

53. Kasyful Khafa' wa Muzilul Ilbas, Syaikh Ismail bin Muhammad Al-'Ajwali, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut, cet. IV 1405 H, tashhih Ust. Ahmad Al-Qalasy.

54. Majma'uz Zawa'id wa Manba'ul Fawa'id, Al-Hafizh Nuruddin Al-Haitsami, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, cet. III, 1402 H.

55. Al-Muharrar Al-Wajiz fi Tafsiril Kitab Al-Aziz, Al-Qadhi Ibnu Athiyyah Al-Andalusi, tahqiq Al-Majlis Al-Ilmi bi Fas, tanpa penerbit dan tahun cetakan.

56. Al-Mustadrak Alash Shahihain, Imam Abu Abdillah Al-Hakim, Darul Kitab Al-Arabi Beirut, tanpa tahun cetakan.

57. Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hambal, Darul Ma'arif lith Thiba'ah wan Nasyr Mesir, cet. III, tahqiq Syaikh Ahmad Muhammad Syakir (Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hambal, Al-Maktab Al-Islami Beirut).

58. Musnad Asy-Syihab, Al-Qadhi Abu Abdillah Muhammad bin Salamah Al-Qadha'i, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut, cet. II 1407 H, tahqiq Syaikh Hamdi Abdul Majid As-Salafi.

59. Misykatul Mashabih, Syaikh Muhammad Abdullah Al-Hathib At-Tibrizi, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. II 1399 H, tahqiq Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

60. Al-Mufradat fi Gharibil Qur'an, Imam Raghib Al-Ashfahani, Darul Ma'rifah Beirut, tahqiq Ust. Sayid Kailani, tanpa tahun cetakan.

61. Nuzhatun Nazhar fi Taudhihi Nukhbatil Fikar, Al-Hafizh Ibnu Hajar, Penerbit Qur'an Mahal Karachi, tanpa tahun cetakan.

62. An-Nihayah fi Gharibil Hadis wal Atsar, Imam Ibnul Atsir, Al-Maktabah Al-Islamiyah Beirut, tahqiq Ust. Thahir Ahmad Az-Zawi dan Dr. Muhammad Ath-Thanaji.

63. Hamisyul Ihsan fi Taqribi Shahih Ibni Hibban, Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth, Mu'assasah Ar-Risalah Beirut, cet. I 1408 H.

64.Hamisyul Musnad, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Darul Ma'arif lith Thiba'ah wan Nasyr Mesir, cet. III.

65. Hamisy Misykatil Mashabih, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Al-Maktab Al-Islami Beirut, cet. III 1399 H.